Overblog
Edit post Follow this blog Administration + Create my blog

2015-10-26T14:44:04+01:00

Melintas Masa

Posted by Dinda Elma Pratiwi
"... Ketika kamu menemukan dirimu berada dalam beberapa tempat yang jauh dan hal itu membuatmu berpikir ulang untuk sesuatu. Dan kamu perlahan mulai merasakan bahwa kamu menjadi orang lain. Dan kemudian kamu menemukan dirimu (kembali) ...".

Ini adalah catatan seorang mahasiswa tingkat akhir, yang menyimpan begitu banyak kecemasan serta kekhawatiran dalam pikirannya. Entah, kecemasan akan tugas akhir atau bisa jadi ini kecemasan soal masa depan yang akan ia bawa kemana nantinya. Tapi kurasa ini sangat mengganggu pikiran.

Menjadi mahasiswa mungkin merupakan fase dalam kehidupan yang setiap tahunnya menjadi semakin sangat penting. Jika dulu, perkuliahan itu hanya untuk orang-orang yang mempunyai banyak biaya, namun saat ini siapa pun dapat menjalankan perkuliahan. Dari mulai anak petani hingga anak pejabat sekalipun, dari beasiswa pemerintah atau juga universitas swasta.

Masa awal menjadi seorang mahasiswa yang baru saja melepas status dan juga seragam putih abu-abu adalah masa-masa yang akan menentukkan nasib bagi sebagian orang atau untuk sebagian yang lain hanya sekedar mengikuti perintah orang tua dan trend. Belum lagi jika perkuliahan itu harus dilakukan jauh dari orang tua alias merantau. Biaya tambahan untuk ngekos dan segala kebutuhan selama kuliah menjadi beban tersendiri. Itu sebabnya para orang tua sangat menuntut untuk menyelesaikan kuliah lebih cepat atau tepat pada waktunya.

Selain untuk menghindari biaya kuliah tambahan jika tidak lulus tepat waktu, namun juga menghindari biaya tambahan untuk kebutuhan hidup jika ia merantau. Dan mungkin, agar si anak atau mahasiswa tersebut bisa sesegera mungkin menjadi mandiri dalam artian bisa segera bekerja dan menghidupi dirinya sendiri.

Tapi, ada yang terlupa dari para orang tua dan juga (mungkin) mahasiswa itu sendiri. Bahwa ternyata, perkuliahan itu tidak semudah kelihatannya, tidak se-fun tampaknya, atau tidak seindah yang sering diceritakan oleh orang-orang yang telah menyelesaikan masa tersebut. Trust me, I knew it.

Mengikuti perkuliahan saja memang mudah. Masuk kelas, presentasi, mendengarkan celotehan dosen yang belum tentu bisa dimengerti, makan siang di kantin, jika ada jadwal kuliah lagi tinggal masuk dan kalau tidak ada tinggal pulang. Begitu saja siklusnya.

Dan saat ujian tengah semester dan ujian akhir semester tiba, tinggal mencari mahasisiwa yang paling rajin menulis semua materi lalu meminjam catatannya, dicopy, dan tadaaa... saat ujian bisa dapat nilai A (kalau dosennya gak pelit nilai). As easy as that.

Ada proses belajar memang sebelum ujian. Dan itu pasti dilakukan bagi mahasiswa yang sangat niat untuk dapat nilai bagus dan IPK yang luar biasa.

Panggil saja Kica;

Kica termasuk dalam kategori semua jenis mahasiswa. Yang rajin masuk kuliah, yang rajin menyimak dan menulis semua materi kuliah, membuat tugas kuliah, dan juga menjadi mahasiswa yang kerjanya hanya menggampangkan masalah, seperti saat ada teman yang mengajak bolos kuliah, ia juga ikut (kecuali jika mata kuliah itu adalah mata kuliah dosen favoritenya atau mata kuliah yang sangat ia kuasai).

Tahun Pertama

Masa adaptasi yang bagi seorang kica adalah ajang untuk menentukkan siapa temannya, siapa saja yang akan ia jadikan panutan dan baju apa yang akan ia kenakan setiap harinya. Karena jika pada saat SMA hanya menggunakan seragam, yang di ganti setiap hari kamis dan jumat, maka saat kuliah harus berganti di setiap harinya kan? Apa yang akan dipakai hari ini dan esok hari juga menjadi satu hal yang harus ia pikirkan. Dan saat itu ia hanya beranggapan bahwa ia memang hanya ingin kuliah bukan ingin fashion show, jadi tidak akan ada yang peduli juga ketika ia menggunakan baju apapun tetapi tetap berpakaian sopan.

"... Ketika kamu membuat pertemanan baru di sebuah kota baru dan kamu pun mulai berpikir tentang menetap, hal-hal yang akan hilang pada diri kamu akan semakin jelas ...".

Jika di Tahun kedua, Kica sudah menemukan teman-temannya, sosok yang menjadi inspirator, tempatnya berbagi suka maupun duka, kemudian pakaian yang tentu saja selalu berkembang disetiap harinya mengikuti trend masa itu.

Dan saat ini, Kica yang dulunya bukan siapa-siapa kini mulai dilihat sebagai seseorang yang memiliki peranan penting. Bukan karena jabatan orangtuanya atau seberapa sering ia mengganti handphone-nya, tetapi karena nilai-nilai mata kuliah yang berdampak sangat baik pada IPK-nya serta keceriaannya yang mengakibatkan ia tergolong dekat dengan dosen-dosen favorite-nya.

Semua itu bukan tanpa konsekuensi. Banyak orang-orang yang tidak suka dan mulai mencari-cari celah untuk menjatuhkannya. Semua yang ia ucapkan atau yang ia lakukan akan selalu salah di mata mereka yang sangat iri dengannya. Tapi seperti yang selalu dipesankan ayah padanya bahwa "jika kita melakukan sesuatu yang baik dan itu mengakibatkan banyak orang terlihat buruk, jangan pernah berhenti untuk melakukan hal baik itu. Mereka yang mencela dan merasa dirugikan hanya bukti bahwa kita menjadi semakin baik dan baik."

Tahun ketiga, Kica mulai kehilangan orang-orang yang ia percayai akibat dari ketidak sepahaman mereka tentang perjuangan dan kehidupan. Kica tidak berteman terlalu dekat di tahun ini dengan teman-teman seangkatannya karena mereka pun telah memilih jalan mereka masing-masing seperti yang ia lakukan juga.

Dan sangat menyakitkan, saat kita disadarkan oleh kenyataan bahwa mereka yang dulu selalu bersikap baik karena “ada maunya” kini beranjak pergi karena “kemauan” mereka sudah tidak bisa dipenuhi lagi.

Dan inilah seorang Kica dengan kesendiriannya, bertemu dengan teman-teman seperjuangan yang justru datang dari angkatan baru di bawahnya, terkadang ia merasa bahwa inilah seharusnya teman-teman yang ia pilih. Seperti inilah seharusnya. Yang tidak minta dibuatkan tugas tapi mengajak berdiskusi meski selalu berakhir dengan tugas yang tidak selesai dan justru malah jalan-jalan. Tapi seperti itulah seharusnya.

Why so serious?

Di tahun ini juga Kica berkesempatan menikmati perjalanan belajar di luar negeri, inilah hal berikutnya yang menunjukkan satu lagi tiik keegoisan harus disingkirkan. Dan begitulah ritme kehidupan. Ada yang menang dan ada juga yang kalah.

Intinya, perjalanan itu begitu indah. Dan membuat ia percaya bahwa tidak ada yang tidak sanggup untuk terus berjalan ke atas. Kica hanya bisa percaya diri dan percaya orang tuanya selalu mendoakan yang terbaik untuknya.

"... Kamu menjalani hidup begitu yakin dari apa yang sedang kamu tuju. Dan kamu berakhir lalu hilang. Kemudian ada hal terbaik yang terkadang terjadi ketika kamu kehilangan caramu. Yang benar-benar sama karena kamu akan menemukan dirimu... "

Tahun keempat

Kica mulai disibukkan kembali dengan rutinitas kuliah dan mulai dihadapkan pada persoalan sesungguhnya. Skripsi atau sering disebut Tugas Akhir (TA). Inilah syarat sebelum Kica dan para mahasiswa diseluruh nusantara diperbolehkan memakai gelar Sarjana.

Kica mulai dipusingkan dengan judul, materi apa yang akan ia jadikan pembahasan, dan masalah apa yang akan ia teliti. Semua itu berkumpul dan berputar-putar dikepala yang membuatnya semakin enggan mengerjakannya.

Dan untuk beberapa saat (terjadi berulang kali), Kica sangat bersemangat untuk mengetik skripsinya (meski pada akhirnya ia mulai kebingungan apa yang akan ia ketik).

Semakin hari Kica semakin terdesak, entah karena ia melihat sebagian besar teman-teman seangkatannya sudah lulus dan wisuda atau karena desakan dari orang tuanya yang meskipun tidak terdengar seperti : "Cepat selesaikan kuliahmu!!", tetapi Kica cukup sadar bahwa pertanyaan seperti: "sudah sampai dimana skripsimu?" atau "kapan wisuda?", mampu menampar jiwanya untuk harus sesegera mungkin menyelesaikan skripsinya.

Hampir semua orang tua yang tidak berkuliah tidak tau betapa menderitanya menyusun skripsi (apalagi jika dosennya super sempurna hingga salah tanda baca pun akan disuruh revisi), sehingga penyusunan skripsi dan penyusunnya benar-benar terjebak hingga tak tau apa yang harus dilakukan.

Kica sempat marah kepada orang tuanya karena ia benar-benar sudah tidak sanggup untuk menyelesaikan skripsinya (menurut pikirannya yang sedang galau saat itu). Tetapi kemudian Kica mendapat sms dari ayahnya, yang isinya: "ada saat dimana kita akan merasa kalah dan merasa seakan dunia tidak adil pada hidup kita, tapi percayalah nak, apa pun yang kau ambil, keputusan seperti apa pun yang kau pilih, ayah dan ibu selalu doakan yang terbaik. Ingat nak, Allah itu Maha Melihat, Maha Mendengarkan, Dia mendengarkan semua yang terucap dan bahkan yang cuma dibisikkan oleh hati, jangan pernah putus asa nak, kalau capek istirahat dulu jangan terlalu dipaksa".

Saat itulah Kica tersadar bahwa selama ini ia tidak pernah mengatakan hal yang seharusnya ia katakan pada orang-orang yang terkesan mendesak untuk segera menyelesaikan wisuda. Hal yang menjadi jawaban dari setiap kegundahan dan muncul saat ia begitu terdesak.

Lalu, suara hati Kica berkata: "saya sadar bahwa saya yang meminta kuliah dan orang tua saya setuju dan dengan sangat rela mau bekerja keras untuk membiayai kuliah saya. Saya bukan betah menjadi mahasiswa atau tidak ingin cepat-cepat menyelesaikan kuliah, saya juga merasa sangat bertanggung jawab terhadap orang tua saya untuk segera lulus dan kemudian bekerja untuk kemudian gantian "membayar" jerih payah orang tua saya (yang sangat tidak mungkin terbayar) tetapi saya tidak perlu didesak, saya sadar bahwa waktu terus berjalan dan saya tidak akan selamanya mau seperti ini, saya juga sangat sadar saya punya mimpi dan cita-cita yang wajib saya capai, saya hanya ingin membuat orang tua saya bangga dan membuat mereka merasa tidak sia-sia bekerja keras".

Sekilas ia melihat ke arah meja, terdapat banyak sekali tumpukan kertas disana. Sungguh amat berantakan, namun sepercik semangat timbul dari tumpukan kertas yang sangat tidak tertata itu.

Kica : Yappp! Sungguh ajaib kertas-kertas ini. Baru ku lihat saja, mereka sudah memberikan semangat untuk ku. Luar biasa. Apa dengan menyelesaikannya aku bisa mengintip masa depanku walau masih terlihat agak samar? Ah entahlah. Jika semua ini sudah selesai hal luar biasa apalagi yang akan ku dapatkan?

Rupanya, Kica memang hobby sekali menebak-nebak hal yang belum tentu terjadi. Namun begitu, tak apa. Setidaknya semangat itu telah muncul kembali.

Tak sedikit orang gagal dan menetap di tingkat ini. Yang seakan menjadi momok baru untuk semua mahasiswa yang ingin menyandang gelarnya. Yang menjadi tingkat penentuan serta tuntutan untuk cepat menyelesaikan kuliah. Yang juga dituntut bersikap dewasa. Dan siap untuk menghadapi dunia yang sebenarnya. Lalu, kemudian pun dituntut untuk mencari pendamping hidup.

Kica : aaaarrgggghh...aku masih belum yakin, harus mengikuti aturan main atau mendengarkan kata hati. Aku juga masih belum yakin, harus mengikuti secara penuh dengan kepatuhan atau menjalani hidup tanpa restu.

Berat memang untuk mahasiswa yang menyandang tingkat akhir. Yang jika, ia tak segera lulus maka ia akan menjadi omongan. Dan jika ia sudah lulus tetapi belum mendapatkan pekerjaan maka ia akan menjadi bahan cemooh.

Tapi berkat tekad dan usaha Kica yang amat keras, ia berhasil menyelesaikan skripsinya bahkan ia mendapat predikat Cumlaude, namun Kica berkata pada dirinya sendiri seakan kalimat itu adalah motivasi untuknya: "saya tidak perlu punya IPK tinggi, cukup orang lain tau siapa saya, apa saja yang sudah saya capai, dan saat membaca skripsi saya (dari halaman judul hingga lampiran) mereka akan sadar saya bukan sekedar mahasiswi yang terlambat wisuda dan sempat terjebak dalam situasi yang sungguh tidak bisa dibayangkan. Percayalah saya memiliki pengalaman dan karena pengalaman itulah saya dapat berbicara seperti ini."

Hidup ini seperti terowongan panjang yang gelap, kita akan selalu melihat setitik cahaya kecil di ujung terowongan, maka kita harus tetap berjalan. Saat lelah beristirahatlah sejenak, tapi jangan berhenti. Hingga akhirnya kita tahu bahwa kita telah sampai di tempat yang lebih baik. Karena sungguh setelah kesulitan itu ada kemudahan. Jangan pernah berhenti untuk mengharap sebuah kebaikan, karena hanya kebaikan yang akan membuat semua usaha kita bernilai.

Percaya saja bahwa kesulitan itu seperti bayi, ia akan tumbuh besar jika diasuh. Dan bersabarlah, tetapi tetap berusaha dan berjuang, jalan hidup kita masih panjang, meski kita tidak tau kapan maut akan menjemput dan kita diajarkan untuk beribadah seolah kita akan mati besok dan berusahalah dalam kehidupan sekan kita akan hidup selamanya.

See comments

comments

Girl Gift Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea - Hosted by Overblog